Sinopsis
MALAM terang. Langit bersih tak tersaput awan. Bintang tumpah mengukir
angkasa, membentuk ribuan formasi. Angin malam membelai rambut. Lembut.
Menyenangkan. Menelisik, bernyanyi di sela-sela kuping. Gema takbir
memenuhi jalanan.
Malam ini: karnaval hari raya!
Kesenangan melingkupi kota kami. Beduk digebuk bertalu-talu. Dalam irama
rupa-rupa. Sedikit kasidahan. Menyerupai orkes melayu. Dangdut. Sedikit
nge-rock juga ada. Bukankah tidak ada standar baku dalam urusan menabuh
beduk takbiran? Bahkan di mesjid sebelah rumah, pakai gaya jazz
full-swing segala.
Seperti halnya irama beduk, takbir pun dilafalkan berdasarkan versi
masing-masing. Sesuai dengan logat muasal keturunan mereka. Kalau hendak
mendengar aksen ketimuran dengarlah di masjid sana. Aksen kental
kedaerahan dengarlah di masjid sini. Langgam takbir pulau seberang.
Langgam takbir pulau sini. Apapun itu, semuanya sama.
Malam kemenangan. Semua berlomba menggemakan nama besar Tuhan. Semua
muka mengekspresikan kebahagiaan. Mulut-mulut mendesah atau malah
berteriak seperti anak-anak di masjid ujung gang yang berebut mik.
Berguling-guling menyikut rekan sepantaran. Meneriakkan takbir dengan
suara fals bin cempreng. Asyik sekali. Tidak penting keluh protes
telinga-telinga yang mendengarkan.